Entah ada angin dari arah mana, hari ini telah membimbing jemari tanganku untuk mengetikkan beberapa deret kata yang punya ekspresi tertentu. Lebih lanjut setelah ritual menulis paripurna ternyata parade kata-kata tersebut bisa juga mewakili suasana batin saya. Tapi yang nyata adalah: aku bukan seorang pujangga, aku hanya orang biasa saja. Jadi nulisnya sekena-kenanya.
Banjir... mengapa aku begitu merindumu!
Banjir... aku sangat bernafsu akan datangmu!
Banjir... aku ingin mesra mencumbumu!
Otakku, rasioku, fikiranku, masih setia mencium bumimu
Parade sujudku mengukir paras akan patuhku padamu
Dan benar, aku hanya dan hanya akan bermohon padamu
Ya Allah kirimkanlah banjir kepadaku
Ya Rahman anugrahkan banjir bah kepadaku
Ya Rahim limpahkanlah banjir bandang kepadaku
Hamba ingin Engkau sapu bersih bebal, bodoh, dan picikku
Hamba ingin Engkau gelontor sombong, angkuh, dan congkakku
Hamba ingin Engkau sikat habis iri, dengki dan dendamku
Banjirilah fikiranku dengan segudang kejernihan dan kecerdasan
Banjirilah rasaku dengan selaksa ucap dan tindak syukur yang ikhlas
Banjirilah nuraniku dengan taufiq dan hidayahmu agar selalu dijalanmu
Ya Malik, aku bersyukur atas anugrah dan nikmat banjirmu
Hanyutkanlah aku ke jalan yang lurus yang engkau ridhoi
Amien Ya Robbal al Amin
(Yunan Shalimow. Senayan, 2 Juni 2010)
EmoticonEmoticon